Pertimbangan dalam Pengembangan Kebijakan K3
Banyak organisasi yang memiliki kebijakan K3 yang indah dan tertulis rapi dalam bingkai kaca. Namun kebijakan ini sering kali hanya berupa slogan kosong yang tidak tercermin dalam pelaksanaan dan kinerja K3 organisasi. Salah satu factor penyebab antara lain karena pengembangan kebijakan K3 tidak melalui proses yang baik.
Pengembangan kebijakan K3 harus mempertimbangkan factor berikut:
- Kebijakan dan objektif organisasi secara korporat. Kebijakan K3 harus sejalan atau mendukung kebijakan umum atau strategi bisnis yang ditetapkan. Sering kebijakan tidak bisa diimplementasikan karena tidak sejalan atau tidak mempertimbangkan kebijakan organisasi secara menyeluruh, misalnya rencana pengembangan produk, jasa, teknologi dan bisnis.
- Resiko dan potensi bahaya yang ada dalam organisasi. Kebijakan K3 pada dasarnya adalah untuk merespons resiko K3 yang ada dalm organisasi. Karena itu dalam mengembangkan kebijakan K3 harus mempertimbangkan factor resiko.
- Peraturan dan standard K3 yang berlaku. Kebijakan K3 didasarkan kepada berbagai standar dan ketentuan perundangan dan standar lain yang terkait dengan kegiatan bisnis organisasi. Kebijakan K3 harus dapat menjawab kebutuhan untuk memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku.
- Kinerja K3 Kebijakan K3 disusun dengan mempertimbangkan kinerja K3 sebelumnya, sehingga kebijakan K3 dapat menjadi pedoman untuk peningkatan berkelanjutan. Kinerja K3 secara berkala harus dievaluasi melalui kajian manajemen. Dengan demikian, kebijakan K3 juga bersifat dinamis dan harus disempurnakan secara berkala.
- Persyaratan pihak luar. Persyaratan yang diminta oleh pihak lain yang terkait dengan bisnis organisasi, misalnya mitra usaha, konsumen, pemerintah atau pihak lainnya. Dewasa ini, banyak organisasi yang mensyaratkan mitra kerjanya (kontraktor atau pemasok) untuk memiliki system manajemen K3, termasuk adanya kebijakan K3 yang dapat mendukung objektif K3 mereka.
- Peningkatan berkelanjutan. Kebijakan K3 juga harus dapat memberikan ruang untuk peningkatan berkelanjutan. Masalah K3 akan selalu timbul selama organisasi masih hidup atau beroperasi. Karena itu, upaya K3 harus terus-menerus ditingkatkan. Kebijakan K3 harus mempertimbangkan hal tersebut.
- Ketersediaan sumber daya. Kebijakan K3 sering tidak dapat direalisir karena sumber daya organisasi tidak mendukung. Sebaliknya kebijakan K3 sering dibuat tanpa mempertimbangkan kemampuan organisasi serta sumber daya yang tersedia, sehingga tidak mampu direalisir.
- Peran pekerja. Adanya peran pekerja dalam pengembangan dan penyusunan kebijakan, sehingga akan memperoleh dukungan dan partisipasi aktif dari semua pihak. Pengembangan K3 dapat dilakuka misalnya melaui komite K3, P2K3, atau perwakilan pekerja lainnya sehingga mereka merasa memiliki dan turut bertanggung jawab untuk merealisirnya.
- Partisipasi semua pihak. Kebijakan K3 tidak akan berrhasil jika tidak didukung oleh semua pihak dalam organisasi. Banyak terjadi kebijakan K3 yang telah ditandatangani oleh manajemen puncak hanya dianggap sebagai dokumen belaka, tidak memiliki arti dalam kegiatan sehari-hari. Karena itu diperlukan peran semua pihak termasuk pihak terkait dengan bisnis organisasi seperti kontraktor, atau pihak eksternal lainnya.
Berdasarkan masukan yang diterima dan dihimpun dari semua pihak, disusun kebijakan. Kebijakan ini harus ditandatangani oleh pimpinan tertinggi dalam organisasi atau unit kegiatan. Selanjutnya kebijakan tersebut dikomunikasikan kepada semua pihak, misalnya dalam bentuk brosur, intranet, buletin, dan pedoman K3.
Kebijakan K3 harus mudah dimengerti, dipahami dan didokumentasikan serta didistribusikan kepada semua pihak terkait dalam organisasi.
Gambar: unsplash.com